Sabtu, 11 Desember 2010

perkembangan futsal di Indonesia



Futsal masuk ke Indonesia sebenarnya pada sekitar tahun 1998-1999. Lalu pada tahun 2000-an, futsal mulai dikenal masyarakat. Pada saat itulah futsal mulai berkembang dengan maraknya sekolah-sekolah futsal di Indonesia. Lalu pada tahun 2002 AFC meminta Indonesia untuk menggelar kejuaraan Piala Asia.
Futsal di Indonesia saat ini sudah sangat berkembang. Akan tetapi, sampai saat ini olahraga futsal hanya bersifat rekreatif saja, belum menjadi sebuah olahraga profesional. Jadi saya rasa untuk awal-awal perkembangannya sudah bagus. Sekarang tinggal bagaimana Badan Futsal Nasional (BFN) dan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dapat bekerja bahu-membahu untuk membawa olahraga ini dinikmati semua masyarakat dan menjadi sebuah olahraga yang profesional.
Apa saja kendala yang dihadapi dalam mengembangkan futsal?
Kendala utama di olahraga ini adalah soal dana untuk uji coba. Akibatnya, apabila tim nasional kita bertanding di dalam negeri pasti kita selalu menang besar. Tetapi, kita tidak mendapatkan pelajaran dari kemenangan-kemenangan itu. Tim nasional perlu untuk bermain di luar negeri agar bisa belajar dan mengetahui kekuatan lawan walaupun nantinya kita mengalami kekalahan. Di Eropa terdapat tim-tim yang kuat. Kita seharunya bertanding melawan mereka.
Untuk saat ini, untuk mencari pengalaman bertanding dengan tim-tim kuat hanyalah dengan mengikuti pertandingan persahabatan, kejuaraan ASEAN, dan kejuaraan invitasi, seperti KL World 5 yang akan dimulai pekan depan.
Apa yang seharusnya dilakukan agar futsal menjadi olahraga profesional dan Indonesia menjadi kekuatan futsal dunia?
Yang pertama adalah sosialisasi. Harus semakin banyak diadakan kejuaraan atau turnamen dengan menggandeng sponsor. Memang ini merupakan tugas kami, BFN, yang seharusnya memikirkan untuk kompetisi-kompetisi. Saat ini kami sedang membicarakan mengenai program-program futsal di Tanah Air. Kerja sama dengan pihak-pihak terkait, terutama dengan berbagai media, bisa menjadi saran penting untuk socialsasi.
Lalu pembinaan harus dibenahi. Kerjasama dengan pihak Depdiknas dan Menpora agar futsal menjadi olahraga wajib di sekolah-sekolah dasar bisa menjadi salah satu solusi.
Yang terakhir adalah sarana. Saat ini lapangan futsal yang berlapis rubber (karet) masih jarang. Lapangan-lapangan indoor soccer yang ada seperti di Jakarta saat ini malah semakin menjamur. Sarana futsal mestinya makin diperbanyak.
Bagaimana dengan Liga Futsal Nasional yang pernah berjalan beberapa waktu lalu dan kemudian menghilang

sumber :wordprees.com

Kamis, 09 Desember 2010

polemik keistimewaan jogjakarta

Setelah dengan sengaja menunggu hiruk pikuk mengenai keistimewaan Jogja reda, baru saya putuskan untuk ikut berpendapat mengenai polemik yang selama seminggu lebih jadi unggulan di sebuah stasiun televisi berita ini (saya pikir semua orang tahu kenapa?). Bukannya tak peduli, saya jelas peduli karena saya juga merasa bagian dari orang Jogja, melainkan mencoba memahaminya dengan lebih adem sambil mencari-cari referensi yang mencukupi atas pendapat saya ini dan tak menjadi reaktif secara berlebihan atas lontaran persoalan ini. Dan saya lebih memilih sejarah sebagai kacamatanya namun bukan sejarah sebagai obyek arkelogi melainkan sejarah sebagai titik pijak untuk membangun idealita di masa depan secara dinamis.
Kesejarahan
Perjalanan waktu harus ditarik ke tahun 1945 saat negara bernama Republik Indonesia terbentuk, saat itu belum ada Daerah Istimewa Yogyakarta secara formal, yang ada adalah Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dan Negeri Paku Alaman yang bersifat kerajaan. Beberapa hari pasca Proklamasi Kemerdekaan, Sultan HB IX dan Paku Alam VIII mengucapkan selamat atas terpilihnya Sukarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama.
Saat itu daerah Jogja merupakan negara bagian yang berada dalam wilayah administrasi Jepang yang disebut dengan Kooti yang berarti Jogja diperbolehkan mengurus wilayah negaranya sendirisecara hukum dan politik di bawah pengawasan kekaisaran Jepang. Hampir bersamaan dengan ucapan selamat kepada Sukarno-Hatta, Yogyakarta Kooti Hookookai selaku penguasa wilayah Jogjakarta mengadakan sidang dan memutuskan bahwa mereka mendukung lahirnya negara bernama Republik Indonesia dan akan mengikuti tiap-tiap langkah dan perintah pemerintah baru ini. Status Jogjakarta kemudian diputuskan menjadi status quo sampai terbitnya undang-undang mengenai pemerintah daerah.
Tanggal 5 September 1945 merupakan momentum penting bagi Jogjakarta maupun nasional ketika Sultan HB IX dan Paku Alam VIII mengeluarkan amanat dimana kedua kerajaan ini menyatakan diri menjadi bagian dari Republik Indonesia dengan status sebagai daerah istimewa. Terdapat 3 poin utama dalam amanat yang menunjukkan keistimewaan dan pernyataan diri integrasi monarki ke republik:
  1. Bahwa Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
  2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja kami pegang seluruhnya.
  3. Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Amanat yang sama juga dikeluarkan oleh Paku Alam VIII dengan isi yang hampir sama yakni yang menyatakan bahwa wilayah Yogyakarta adalah daerah istimewa yang merupakan bagian dari Republik Indonesia; Kepala daerah memiliki kewenangan mengatur urusan dalam negerinya; dan Kepala daerah bertanggung jawab langsung kepada presiden Republik Indonesia. Dari sinilah keistimewaan ini mulai dirumuskan, dan kemudian diakomodir sebagai sebutan resmi dalam UU Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1950. Yang menarik dari UU No. 3 tentang Pembentukan DIY ini adalah masih diakomodasinya struktur Dewan Pemerintah sebagai eksekutif pendamping Kepala Daerah (Sultan dan Paku Alam) sesuai Maklumat no 18 tahun 1946. Dewan Pemerintah bertanggungjawab kepada DPRD, sedangkan Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Presiden RI. Yang juga tak kalah menariknya dari UU no 3 ini adalah bagian pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah setingkat dengan Provinsi.
Implikasi lain dari UU No 3 ini adalah hilangnya peran birokrasi yang selama ini diperankan oleh birokrasi kraton, para pangeran di Kesultanan tidak ada kedudukan. Memang Sultan menjadi gubernur, tapi keluarga kraton lain tidak memiliki hubungan apapun dengan birokrasi.

Situasi kemudian hampir tak banyak berubah kecuali perubahan-perubahan minor, namun pada tahun 1965 melalui UU No. 18 Tahun 1965 munculah poin krusial yakni pasal yang menyatakan DI Yogyakarta adalah sebuah provinsi, bukan lagi setingkat provinsi. Regulasi mengenai Pemerintah Daerah tahun 1974 semakin menegaskan bahwa tata laksana pemerintahan Jogjakarta sama dengan daerah lain kecuali pada bagian kepala daerah. Diakui kemudian bahwa keistimewaan Jogjakarta sendiri makin kabur.
Sesudah wafatnya Sultan HB IX pada tahun 1988, pemerintah pusat menunjuk PA VIII sebagai penjabat gubernur DIY. Namun wafatnya PA VIII sepuluh tahun kemudian memunculkan masalah berkaitan dengan peran Gubernur karena regulasi baru mengenai keistimewaan DIY belum ada sementara UU tahun 1974 hanya mengatur saat posisi Gubernur pada masa HB IX dan PA VIII tapi bukan periode penggantinya. Berkat desakan masyarakat lah maka pemerintah RI mengangkat HB X sebagai Gubenur periode 1998-2003. Munculnya UU no 22 Tahun 1999 hanya menyatakan bahwa aturan mengenai keistimewaan Jogja akan diatur dengan UU tersendiri seperi layaknya DKI, Papua, dan Aceh. Sampai habis periode kekuasaannya sebagai gubernur pada tahun 2003, aturan tentang keistimewaan belum terbit juga. HB X kembali diangkat sebagai Gubernur sampai tahun 2008. RUU yang diajukan oleh beberapa pihak seperti Tim dari UGM, DPD, maupun Depdagri belum ada kata putus.
Sekarang bertambah Rumit
Beberapa hal kemudian berkembang menjadi lebih rumit ketika berbicara masalah keistimewaan Jogjakarta ini dan lebih diakibatkan pada tidak ditemukannya regulasi yang mampu mengakomodasi segala fakta dan harapan atas keistimewaan Jogja dan serta makin kaburnya fakta-fakta keistimewaan Jogja itu sendiri yang hanya dipandang sekitar peran individu saja yakni masalah penguasa Kraton Jogja sebagai Gubernur.
Alasan keistimewaan Jogja adalah pada proses pembentukan wilayahnya yang merupakan gabungan dua wilayah monarki ke dalam republik; proses penggabungan ke dalam wilayah kesatuan RI dan sumbangan besarnya pada perjuangan; dan yang paling krusial adalah penetapan kepala daerah nya sesuai Piagam Kedudukan no 19 Tahun 1954 oleh Soekarno kepada HB IX dan PA VIII. Khusus pada bagian ketiga lah yang saat ini jadi poin polemik karena Piagam tersebut menyatakan nama HB IX dan bukan keturunannya. Pada titik ini lah muncul reaksi-reaksi keras, pertama karena RUU keistimewaan tak juga jelas terbitnya sementara aturan-aturan sebelumnya tak ada yang menyebut tentang HB X atau nanti anak keturunan atau keluarga kraton bisa menjadi kepala daerah.
Persoalan makin pelik ketika -maaf- justru HB X turut menjadi bagian dari persoalan ini, dimulai dari pernyataan beliau untuk tidak mau lagi menjabat sebagai Gubernur pada tahun 2007 dalam sebuah Pisowanan Agung di Jogja. Terlebih lagi saat HB X menyatakan diri untuk maju dalam kompetisi politik nasional sebagai Presiden RI pada tahun 2009 lalu. Pasti sangat disadari bahwa masyarakat Jogja sangat menghormati pribadi HB X sebagai tokoh besar di Jogja dan pengayom rakyat Jogja seperti layaknya HB IX namun seharusnya juga menjadi proporsional dalam bereaksi pasca pidato presiden yang menyatakan tentang monarki itu. Benar bahwa pernyataan ”monarki” tersebut tidaklah tepat karena para keluarga kraton tak memiliki kedudukan apapun dalam birokrasi dan kekuasaan layaknya sebuah monarki , tapi sebaiknya hal ini menjadi masukan untuk HB X juga untuk menempatkan dirinya secara tepat di depan rakyat Jogja apakah beliau ingin tampil sebagai pemimpin rakyat Jogja atau tokoh politik nasional. Faktanya hal ini tercampur aduk dan membangun emosi yang kabur juga pada masyarakat. Secara tidak langsung, masyarakat terbelah karena saya yakin tidak semua masyarakat Jogja sepakat dengan langkah-langkah catur HB X dalam politik nasional. Apalagi kalau sampai ada muncul penilaian bahwa HB X tak mau kehilangan aset politiknya di Jogja untuk masuk ke politik nasional lagi sehingga terkesan ngotot penetapan diri beliau sebagai Gubernur. Ini akan sangat merugikan beliau nantinya dan rakyat Jogja pada umumnya.
Ke depan, sesuai dengan perkembangan situasi saat ini justru jadi pembelajaran penting bagi Kemendagri sendiri yang telah menyiapkan regulasi mengenai keistimewaan Jogja dan kita harapkan tak tertunda-tunda lagi demi adanya kepastian hukum. Peluang juga terbuka bagi pemerintah pusat untuk mengusahakan munculnya aturan yang mampu menggali nilai-nilai keistimewaan di atas tadi dan tak cuma melulu pada bagian Kepala Daerah melainkan juga pada asal-usul pembentukan provinsi DIY serta sumbangan DIY dalam perjuangan tadi.
Sejukkanlah situasi ini terlebih dahulu karena pada dasarnya warga Jogja itu pemaaf dan pemaklum, baru kemudian dibuka kembali dialog membangun yang melibatkan banyak pihak. Tentu saja dalam kerangka memajukan Jogjakarta secara umum dan bukan  hanya untuk kepentingan sesaat karena penguasa bisa hilang dan berganti sementara Jogja akan ada selamanya selama tidak jatuh dalam kekuasaan bangsa lain.
Saya sangat mencintai Jogja, termasuk Kraton dan juga HB X dan PA IX yang selama ini telah mengayomi dan membawa kedamaian di Jogja. Karena itulah saya berharap polemik ini akan berakhir dimana semua pihak dapat duduk bersama secara setara dan dewasa untuk menyusun regulasi mengenai Jogja. Mau istimewa atau tidak, bagi saya sebagai rakyat biasa, yang paling penting adalah Jogja dapat maju dan tetap damai sampai akhir jaman. Jangan biarkan ada sekelompok partisan menggunakan medianya untuk mengompor isu ini jadi api untuk semata akan digunakan untuk kepentingan politik praktisnya.

sejarah PSSI


•  Sekilas Tentang PSSI
PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) yang dibentuk 19 April 1930 di Yogyakarta. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih – benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia.
•  Awal Mula Berdirinya PSSI
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda “Sizten en Lausada” yang berpusat di Yogyakarta. Disana ia merupakan satu – satunya orang Indonesia yang duduk dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi, didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari “Sizten en Lausada” ia lebih banyak aktif di bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda.
Untuk melaksanakan cita – citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh – tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta dan Bandung . Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri – ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan gagasan tersebut di kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan tokoh pergerakan nasional seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain – lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil – wakil dari VIJ (Sjamsoedin – mahasiswa RHS); wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB), Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM) Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk segera menyusun program yang pada dasarnya “menentang” berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan “stridij program” yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut “Steden Tournooi” dimulai pada tahun 1931 di Surakarta .
Kegiatan sepakbola kebangsaan yang digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan – jalan atau tempat – tempat dan di alun – alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan “Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin gencar.
Lebih jauh Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan olahraga pribumi semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI (Ikatan Sport Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga (15-22 Oktober 1938) di Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang kian lama kian bertambah akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi NIVU (Nederlandsh Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis kerjasama dengan PSSI. Sebagai tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria “Winner Sport Club “ pada tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena beliau menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut “Gentelemen’s Agreement” yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942, setelah sempat menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 – 1941, dan terpilih kembali di tahun 1942.
M asuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan bikinan Jepang, kemudian masuk pula menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949).

penerapan Ilmu Budaya Dasar dalam Kehidupan Manusia

KATA PENGANTAR
Ilmu budaya dasar adalah ilmu yang tanpa kita sadari telah sangat melekat dalam kehidupan kita, baik secara individual, dalam keluarga, maupun dalam masyarakat luas. Namun banyak dari kita yang tidak menyadari dan tidak mengerti akan hal itu, sehingga penerapannya dalam kehidupan menjadi sangat kurang. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi bagaimana seseorang bersikap dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, melalui artikel ini, saya akan mendeskripsikan mengenai apakah ilmu budaya dasar itu, apa tujuannya, dan seluas apakah ilmu tersebut dapat mempengaruhi kehidupan kita. Pendalaman ilmu ini dinilai sangat penting karena mengajarkan kita mengenai hal-hal yang paling mendasar dalam budaya atau tata cara kita dalam kehidupan sehari-hari.
PENDAHULUAN :
Dalam artikel ini akan dijelaskan mengenai Penerapan Ilmu Budaya dasar dalam Kehidupan Manusia. Karna tanpa kita sadari Ilmu Budaya Dasar selalu kita temui dalam kehidupan kita, melalui pergaulan sehari-hari di kampus, dalam masyarakat, dan dalam keluarga. Pentingnya kita menyikapi mengenai Penerapan Budaya Dasar dalam kehidupan sehari-hari akan membuat kita lebih memahami berbagai aturan-aturan atau norma masyarakat agar terciptanya suatu hubungan yang harmonis.
Dalam artikel ini saya akan menjelaskan mengenai :
 Definisi Ilmu Budaya dasar dalam kehidupan manusia
 Tujuan dari ilmu budaya dasar, mengenai tujuan dan manfaat sebenarnya dari ilmu budaya dasar dalam kahidupan.
 Penerapan Ilmu Budaya Dasar dalam Kehidupan Manusia
Dari empat Point diatas, saya mencoba menjelaskan dengan pemikiran saya pribadi dan informasi dari berbagai sumber mengenai Ilmu Budaya Dasar. Saya berharap pemikiran saya dalam artikel ini dapat berguna bagi saudara yang membaca.
1.Definisi Ilmu Budaya dasar dalam kehidupan manusia :
Ilmu budaya dasar adalah ilmu yang diperoleh secara langsung ataupun tidak langsung dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak ada pembelajaran khusus mengenai ilmu ini, karna ilmu ini sering kita temukan dalam interaksi kita dalam bermasyarakat. Contoh kecil adalah komunikasi antar keluarga, pergaulan kita terhadap teman, yang mungkin kita dapat mengetahui bagaimana kita dapat memahami sifat dan karakter setiap orang.
Begitupun dalam bermasyarakat, dalam interaksi kita harus memahami norma-norma dalam masyarakat agar tercipta keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Tujuan Ilmu Budaya Dasar
• Tujuan dari ilmu ini sebenarnya adalah untuk memupuk moral kita sebagai manusia dan untuk memperkuat dasar-dasar budaya atau tata cara kita dalam kehidupan.
• Seringkali kita sebagai manusia mempunyai masalah dalam hal ini. Pada saat kita dihadapkan pada suatu pilihan untuk mendengarkan hati nurani kita dan mengikuti moral kita sebagai manusia, atau untuk melakukan hal-hal yang bersifat kurang baik, biasanya bila dasar kita akan ilmu budaya dasar tidak kuat, kita cenderung akan menjadi lebih mudah untuk memilih hal-hal yang bersifat kurang baik. Seseorang dengan yang sangat pandai dan berpendidikanpun tidak akan berhasil menjadi seseorang yang baik bila dia tidak mempunyai ilmu budaya dasar yang kuat.
• Tidak dapat disangkal, pendalaman agama juga merupakan salah satu faktor penting dalam penerapan ilmu budaya dasar. Hubungan antara keduanya sangat kuat dan saling mempengaruhi. Sehingga bila seseorang tekun dalam mengamalkan ibadah-ibadah agama terhadap Tuhannya dan terhadap sesama manusia, maka dapat disimpulkan bahwa orang tersebut juga telah dapat menerapkan ilmu budaya dasar dengan baik dalam kehidupannya.
3. Penerapan Ilmu Budaya Dasar dalam Kehidupan Manusia :
Penerapan Ilmu Budaya dasar dalam kehidupan manusia, sebagian kita sudah bahas dalam definisi diatas, bahwa kita sebagai manusia secara sadar atau tidak sadar sering berinteraksi antar teman, masyarakat, ataupun keluarga. Inilah yang disebut Penerapan Ilmu budaya dasar dalam kehidupan kita. Dimana yang dimaksud Budaya diatas adalah bagaimana kita harus bersikap dalam aspek kehidupan yang berbeda-beda sehingga kita dapat menempatkan diri pada situasi apapun yang akan kita hadapi.
Dalam penerapan Ilmu ini faktor pendukungnya antara lain adalah agama atau kepercayaan kita terhadat Tuhan. Dimana dalam agama itu sendiri sudah pasti diajarkan bagaimana kita harus menjaga interaksi kita terhadap Tuhan dan sesama manusia, agar tercipta hubungan yang harmonis dalam kehudupan.
Inti dari ilmu budaya dasar dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu sejauh apa ilmu budaya dasar dapat mempengaruhi sikap dan tata cara kita dalam bermasyarakat. Bila kita sudah mempunyai dasar yang kuat, dapat diyakini bahwa kita akan dapat membawa diri dalam masyarakat.
sumber:wordprees.com

definisi IBD




Ilmu budaya dasar adalah suatu ilmu yang mempelajari dasar dasar kebudayaan, pada perkuliahan jurusan sosiologi juga ada salah stu mata kuliah ini , namun jika untuk mengingat terlalu sulit bisa di ambil intinya saja agar tidak terlalu membebani pikiran otak. Budaya memang merupakan salah satu jiwa dari nilai nllai yang ada di dalam masyarakatcara membuat blog kali ini agak melenceng sedikit karena membahas masalah budaya dan bukan blog,

Secara umum pengertian kebudayaan adalah merupakan jalan atau arah didalam bertindak dan berfikir untuk memenuhi kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani.
Pokok-pokok yang terkandung dari beberapa devinisi kebudayaan
1. Kebudayaan yang terdapat antara umat manusia sangat beragam
2. Kebudayaan didapat dan diteruskan melalui pelajaran
3. Kebudayaan terjabarkan dari komponen-komponen biologi, psikologi dan sosiologi
4. Kebudayaan berstruktur dan terbagi dalam aspek-aspek kesenian, bahasa, adat istiadat, budaya daerah dan budaya nasional
Latar belakang ilmu budaya dasar
latar belakang ilmu budaya dasar dalam konteks budaya, negara, dan masyarakat Indonesia berkaitan dengan permasalahan sebagai berikut:
1. Kenyataan bahwa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, dan segala keanekaragaman budaya yang tercermin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yang biasanya tidak lepas dari ikatan-ikatan (primodial) kesukuan dan kedaerahan.
2. Proses pembangunan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya. Akibat lebih jauh dari pembenturan nilai budaya ini akan timbul konflik dalam kehidupan.
3. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan manusia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yang telah diciptakannya. Hal ini merupakan akibat sifat ambivalen teknologi, yang disamping memiliki segi-segi positifnya, juga memiliki segi negatif akibat dampak negatif teknologi, manusia kini menjadi resah dan gelisah.
Tujuan Ilmu Budaya Dasar
1. Mengenal lebih dalam dirinya sendiri maupun orang lain yang sebelumnya lebih dikenal luarnya saja
2. Mengenal perilaku diri sendiri maupun orang lain
3. Sebagai bekal penting untuk pergaulan hidup
4. Perlu bersikap luwes dalam pergaulan setelah mendalami jiwa dan perasaan manusia serta mau tahu perilaku manusia
5. Tanggap terhadap hasil budaya manusia secara lebih mendalam sehingga lebih peka terhadap masalah-masalah pemikiran perasaan serta perilaku manusia dan ketentuan yang diciptakannya
6. Memiliki penglihatan yang jelas pemikiran serta yang mendasar serta mampu menghargai budaya yang ada di sekitarnya dan ikut mengembangkan budaya bangsa serta melestarikan budaya nenek moyang leluhur kita yang luhur nilainya
7. Sebagai calon pemimpin bangsa serta ahli dalam disiplin ilmu tidak jatuh kedalam sifat-sifat kedaerahan dan kekotaan sebagai disiplin ilmu yang kaku
8. Sebagai jembatan para saran yang berbeda keahliannya lebih mampu berdialog dan lancar dalam berkomunikasi dalam memperlancar pelaksanaan pembangunan diberbagai bidang mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang sedang membangun serta mampu memenuhi tuntutan perguruan tinggi khususnya Dharma pendidikan
Ilmu Budaya Dasar Merupakan Pengetahuan Tentang Perilaku Dasar-Dasar Dari Manusia
Unsur-unsur kebudayaan
1. Sistem Religi/ Kepercayaan
2. Sistem organisasi kemasyarakatan
3. Ilmu Pengetahuan
4. Bahasa dan kesenian
5. Mata pencaharian hidup
6. Peralatan dan teknologi
Fungsi, Hakekat dan Sifat Kebudayaan Fungsi Kebudayaan
Fungsi kebudayaan adalah untuk mengatur manusia agar dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat untuk menentukan sikap kalau akan berbehubungan dengan orang lain didalam menjalankan hidupnya.
kebudayaan berfungsi sebagai:
1. Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompok
2. Wadah untuk menyakurkan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya
3. Pembimbing kehidupan manusia
4. Pembeda antar manusia dan binatang
Hakekat Kebudayaan
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia
2. Kebudayaan itu ada sebelum generasi lahir dan kebudayaan itu tidak dapat hilang setelah generasi tidak ada
3. Kebudayan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang memberikan kewajiban kewajiban